Kawasan
perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Penduduk perkotaan di Indonesia pada
awal abad 21 menunjukkan kecenderungan terus meningkat dan diperkirakan pada
tahun 2020 penduduk Indonesia akan mencapai 257 juta, dimana 49,5 % nya
merupakan penduduk perkotaan. Diperkirakan sekitar 50 juta penduduk hidup
diperkotaan, berdasarkan data BPS, pada
tahun 2015 diperkirakan 800 juta orang hidup di daerah perkotaan dan memerlukan
bahan makanan sebesar 6.600 ton yang dihasilkan dari luar daerah tersebut.
Di sisi lain, luas lahan sawah dari
tahun ke tahun terus menurun rata-rata sekitar 250 ha/tahun akibat alih fungsi
menjadi lahan non pertanian yang sulit dihindari, sebagai konsekuensi dari
kemajuan pembangunan khususnya di sekitar daerah perkotaan. Permasalahan yang dihadapi
dalam upaya pengembangan pertanian di kawasan kota relatif komplek berkaitan
dengan kondisi agroekologi yang kurang menguntungkan dan sosial ekonomi
masyarakat yang umumnya lebih menonjolkan indifidu.
Penurunan produktivitas lahan
pertanian ini terjadi dari tahun ke tahun beriringan dengan berkembangpesatnya
pengembang, baik di bidang property maupun industri yang berskala besar pada
lahan potensi pertanian yang merupakan ruang terbuka hijau. Diduga bahwa
pendayagunaan potensi sumberdaya pertanian di perkotaan tidak sesuai dengan
daya dukungnya, bahkan telah mengganggu secara serius kualitas lingkungan.
Tantangan yang dihadapi untuk
pengembangan pertanian di wilayah perkotaan antara lain keterbatasan lahan,
keterbatasan pengetahuan dan teknologi, keterbatasan waktu yang bisa
dicurahkan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah keterbatasan media tanam.
Pengembangan pertanian tidak hanya
dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di perdesaan, tetapi juga oleh
masyarakat yang bermukim di perkotaan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia.
Sayangnya potensi pembinaan bagi masyarakat perkotaan lebih sering diarahkan
kepada pengembangan komoditas tanaman hias, karena konsumen tanaman hias
sebagian besar memang terdapat di perkotaan. Sesungguhnya dikawasan perkotaan
juga terdapat kelompok-kelompok tani yang bisa dibina untuk pengembangan
komoditas pertanian lainnya, antara lain tanaman sayuran dan tanaman obat
keluarga (biofarmaka), namun dalam penerapannya perlu disesuaikan dengan
kondisi masyarakat setempat.
Hal ini tentunya menjadi
permasalahan yang sangat besar, karena kita tahu bahwa masyarakat kota
memerlukan pangan yang besar. Lalu dalam benak kita berpikir, bagaimana
menangani hal ini? Sementara lahan yang ada diperkotaan sangatlah sempit,
begitu juga lahan yang dimiliki oleh setiap individu yang ada diperkotaan dapat
dipastikan sempit juga, kemungkinan yang bisa dioptimalkan yakni lahan
pekarangan mereka. Maka dapat dikatakan, saat ini ternyata pertanian perkotaan
sudah menjadi suatu kebutuhan.
Lahan
pekarangan memiliki fungsi multiguna, karena dari lahan yang relatif sempit
ini, bisa menghasilkan bahan pangan seperti umbi-umbian, sayuran, buah-buahan;
bahan tanaman rempah dan obat, bahan kerajinan tangan; serta bahan pangan
hewani yang berasal dari unggas, ternak kecil maupun ikan. Manfaat yang akan
diperoleh dari pengelolaan pekarangan antara lain dapat : memenuhi kebutuhan
konsumsi dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran, dan juga dapat memberikan
tambahan pendapatan bagi keluarga.
Dari sinilah pemerintah mulai
bergerak, dengan mengusung konsep atau model pertanian perkotaan. Melalui
penerapan model ini diharapkan mampu menjadi salah satu solusi untuk menjawab
yang selama ini menjadi kendala dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat
perkotaan sekaligus menumbuh-kembangkan kegiatan pertanian di wilayah
perkotaan. Implementasi model pertanian perkotaan yang dikembangkan adalah
dengan cara menanam secara vertikal atau bertingkat, yang populernya disebut
juga model dengan sistem pertanian vertikultur.
Vertikultur dapat diartikan sebagai
teknik budidaya tanaman secara vertikal sehingga penanaman dilakukan secara
bertingkat. Teknik budidaya ini tidak memerlukan lahan yang luas, bahkan dapat
dilakukan pada rumah yang tidak memiliki halaman sekalipun. Pemanfaatan teknik
vertikultur ini memungkinkan untuk berkebun dengan memanfaatkan tempat secara
efisien. Secara estetika, taman vertikultur berguna sebagai penutup pemandangan
yang tidak menyenangkan atau sebagai latar belakang yang menyuguhkan
pemandangan yang indah dengan berbagai warna. Dalam perkembangan selanjutnya,
teknik vertikultur juga dimanfaatkan untuk bercocok tanam di pekarangan yang
sempit bahkan tidak memiliki pekarangan sedikit pun.
Bercocok tanam secara vertikultur
sebenarnya tidak berbeda dengan bercocok tanam di kebun maupun di ladang.
Mungkin sekilas bercocok tanam secara vertikultur terlihat rumit, tetapi
sebenarnya sangat sederhana. Tingkat kesulitannya tergantung dari model yang
digunakan. Model yang sederhana, mudah diikuti dan dipraktekan. Bahkan
bahan-bahan yang digunakan mudah ditemukan, sehingga dapat diterapkan oleh
ibu-ibu rumah tangga.
Vertikultur tidak hanya sekadar kebun vertikal. Namun ide ini akan merangsang seseorang untuk menciptakan khasanah biodiversitas di pekarangan yang sempit sekalipun. Dengan struktur vertikal, akan memudahkan pengguna membuat dan memeliharanya. Dari pernyataan di atas maka dipandang perlu untuk melakukan pengembanagan budidaya secara vertikultur di Indonesia.
Vertikultur tidak hanya sekadar kebun vertikal. Namun ide ini akan merangsang seseorang untuk menciptakan khasanah biodiversitas di pekarangan yang sempit sekalipun. Dengan struktur vertikal, akan memudahkan pengguna membuat dan memeliharanya. Dari pernyataan di atas maka dipandang perlu untuk melakukan pengembanagan budidaya secara vertikultur di Indonesia.
Adapun tujuan pengembangan budidaya
secara vertikultur ialah sebagai berikut :
a.
Sebagai
salah satu alternative pengembanagan pertanian di perkotaan
b.
Memanfaatkan
lahan sempit yang tidak produktif menjadi lahan sempit yang produktif dengan
aplikasi vertikultur.
c.
Menghemat
pengeluaran dengan cara memiliki tanaman sayuran sendiri.
d.
Menambah
nilai estetika lahan pekarangan.
e.
Menambah
pendapatan petani
f.
Meningkatkan
produktifitas pertanian khususnya hortikultura dengan inovasi pengembangan
teknologi.
g.
Mengurangi
penggunaan pupuk anorganik dan ramah lingkungan.
Prinsip kerja vertikultur dalam
budidaya tanaman ini adalah dengan menyuplai air nutrisi melalui saluran
pemasukan kemudian dialirkan ke atas bagian batang vertikal melalui nozel agar
keluar berupa hembusan/curah. Air nutrisi kembali ke bagian bawah secara circel/berputar.
Pengaturan jangka waktu aliran air dikendalikan oleh unit timer yang bekerja
tanpa kenal lelah sepanjang hari selama berlangsungnya masa penanaman. Untuk
memperkokoh tanaman, digunakan arang sekam yang berfungsi sebagai media tumbuh
tanaman selain itu arang sekam juga berfungsi untuk menetralisir racun.
Namun karena arang sekam bersifat mudah terbawa oleh air, maka digunakan kasa
parabola untuk menahan arang sekam tersebut.
Tanaman menyerap makanan
pada umumnya melalui akar karena itu nutrisi atau bahan gizi disediakan melalui
air yang kemudian akan diserap oleh akar. Berbeda dengan pemupukan di dalam
tanah, dimana tanah merupakan media tanam yang juga menjadi mediator reaksi
kimia, dalam sistem vertikultur pupuk diformulasikan sebagai bahan jadi yang
langsung terurai menjadi makanan akar.
Sistem vertikultur merupakan solusi
atau jawaban bagi yang berminat dalam budidaya tanaman namun memiliki ruang
atau lahan sangatterbatas. Kelebihan sistem pertanian vertikultur:
1) Efisiensi dalam penggunaan lahan
karena yang ditanam jumlahnya lebih banyak dibandingkan sistem konvensional
2) Penghematan pemakaian pupuk dan
pestisida.
3) Dapat dipindahkan dengan mudah
karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu.
4) Mudah dalam hal
monitoring/pemeliharaan tanaman.
5) Kemungkinan tumbuhnya rumput dan
gulma lebih kecil
Namun demikian, sistem
budidaya vertikultur juga memiliki kelemahan, yaitu:
1) Investasi awal cukup tinggi.
2) Sistem penyiraman harus kontinyu
serta memerlukan beberapa peralatan tambahan, misalnya tangga sebagai alat
bantu penyiraman, dll.
3) Memerlukan keterampilan khusus
4) Hanya bisa dikembangkan pada tanaman
hortikultura
5) Rawan terhadap serangan jamur,
karena kelembaban udara yang tinggi akibat tingginya populasi tanaman
6) Adanya atap plastik
Pada sistem budidaya vertikultur
tidak semua jenis tanaman dapat dibudidayakan, namun terbatas pada tanaman yang
bentuk dan ukurannya sesuai dengan media tanam.
Tanaman yang sesuai dibudidayakan
dengan cara vertikultur adalah jenis tanaman sayur-sayuran, tanaman hias, dan
tanaman obat-obatan yang memiliki perakaran yang dangkal dan memiliki berat
yang relatif ringan sehingga tidak akan terlalu membebani media tanam
vertikultur pada pertumbuhan tanaman tersebut.
Untuk tanaman yang memerlukan banyak
sinar matahari, seperti cabai, tomat, terong, dan sawi hendaknya diletakkan di
posisi bagian atas. Sedangkan tanaman ginseng, kangkung, dan seledri bisa di
bagian tengah atau bawah. Sistem vertikultur ini sangat cocok diterapkan bagi
petani atau perorangan yang mempunyai lahan sempit, namun ingin menanam tanaman
sebanyak-banyaknya. Selain tanaman sayuran, kita bisa juga menanam tanaman
hias.
Banyak sedikitnya tanaman yang akan
kita budidayakan bergantung pada model wadah yang kita gunakan. Sistem
vertikultur ini sangat cocok diterapkan bagi petani atau perorangan yang
mempunyai lahan sempit, namun ingin menanam tanaman sebanyak-banyaknya. Selain
tanaman sayuran, kita bisa juga menanam tanaman hias. Untuk memulai budidaya
tanaman secara vertikultur sebenarnya tidak perlu direpotkan dengan peralatan
dan bahan yang akan menghabiskan biaya yang besar, yang penting wadah yang
dipakai dapat menyediakan ruang tumbuh yang baik bagi tanaman. Namun terkadang
kita ingin hasilnya nanti tidak hanya berupa panen tapi juga keindahan tanaman
yang ditanam secara vertikultur dan struktur bangunan/wadah tanam tahan lama.
Untuk alasan-alasan itu maka cara berikut ini dapat dipakai.
Terdapat tiga aspek yang harus
dipersiapkan dalam budidaya tanaman organik secara vertikultur, yaitu: (1)
Pembuatan rak vertikultur. (2) Penyiapan dan penggunaan pupuk organik. (3)
Penanaman dan pemeliharaan.
Untuk memulai budidaya tanaman
secara vertikultur sebenarnya tidak perlu direpotkan dengan peralatan dan bahan
yang akan menghabiskan biaya yang besar, yang penting wadah yang dipakai dapat
menyediakan ruang tumbuh yang baik bagi tanaman. Namun terkadang kita ingin
hasilnya nanti tidak hanya berupa panen tapi juga keindahan tanaman yang
ditanam secara vertikultur dan struktur bangunan/wadah tanam tahan lama.
Dengan demikian, cara penanaman
vertikultur dapat menjadi salah satu alternatif atau solusi untuk para
petani khususnya para petani di perkotaan yang memiliki kendala keterbatasan
lahan. Selain dari segi pemanfaatan lahan, dari segi ekonomi sistem vertikultur
ini sangat menguntungkan, karena lebih menghemat biaya pada saat produksi kedua
dan selanjutnya serta lebih hemat air. Hasil tanaman yang dibudidayakan juga
berkualitas tinggi.
Sistem penanaman secara vertikultur dapat
dikembangkan lagi searah dengan perkembangan teknologi saat ini. Seperti dengan
media tanam yang baru dan bentuk bangunan vertikultur yang lebih menarik dan
menguntungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar