Minggu, 15 Desember 2013

Vertikultur sebagai Jawaban untuk Pertanian di Perkotaan

Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Penduduk perkotaan di Indonesia pada awal abad 21 menunjukkan kecenderungan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2020 penduduk Indonesia akan mencapai 257 juta, dimana 49,5 % nya merupakan penduduk perkotaan. Diperkirakan sekitar 50 juta penduduk hidup diperkotaan, berdasarkan data BPS,  pada tahun 2015 diperkirakan 800 juta orang hidup di daerah perkotaan dan memerlukan bahan makanan sebesar 6.600 ton yang dihasilkan dari luar daerah tersebut.
Di sisi lain, luas lahan sawah dari tahun ke tahun terus menurun rata-rata sekitar 250 ha/tahun akibat alih fungsi menjadi lahan non pertanian yang sulit dihindari, sebagai konsekuensi dari kemajuan pembangunan khususnya di sekitar daerah perkotaan. Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan pertanian di kawasan kota relatif komplek berkaitan dengan kondisi agroekologi yang kurang menguntungkan dan sosial ekonomi masyarakat yang umumnya lebih menonjolkan indifidu.
Penurunan produktivitas lahan pertanian ini terjadi dari tahun ke tahun beriringan dengan berkembangpesatnya pengembang, baik di bidang property maupun industri yang berskala besar pada lahan potensi pertanian yang merupakan ruang terbuka hijau. Diduga bahwa pendayagunaan potensi sumberdaya pertanian di perkotaan tidak sesuai dengan daya dukungnya, bahkan telah mengganggu secara serius kualitas lingkungan.
Tantangan yang dihadapi untuk pengembangan pertanian di wilayah perkotaan antara lain keterbatasan lahan, keterbatasan pengetahuan dan teknologi, keterbatasan waktu yang bisa dicurahkan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah keterbatasan media tanam.
Pengembangan pertanian tidak hanya dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di perdesaan, tetapi juga oleh masyarakat yang bermukim di perkotaan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Sayangnya potensi pembinaan bagi masyarakat perkotaan lebih sering diarahkan kepada pengembangan komoditas tanaman hias, karena konsumen tanaman hias sebagian besar memang terdapat di perkotaan. Sesungguhnya dikawasan perkotaan juga terdapat kelompok-kelompok tani yang bisa dibina untuk pengembangan komoditas pertanian lainnya, antara lain tanaman sayuran dan tanaman obat keluarga (biofarmaka), namun dalam penerapannya perlu disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.
Hal ini tentunya menjadi permasalahan yang sangat besar, karena kita tahu bahwa masyarakat kota memerlukan pangan yang besar. Lalu dalam benak kita berpikir, bagaimana menangani hal ini? Sementara lahan yang ada diperkotaan sangatlah sempit, begitu juga lahan yang dimiliki oleh setiap individu yang ada diperkotaan dapat dipastikan sempit juga, kemungkinan yang bisa dioptimalkan yakni lahan pekarangan mereka. Maka dapat dikatakan, saat ini ternyata pertanian perkotaan sudah menjadi suatu kebutuhan.
Lahan pekarangan memiliki fungsi multiguna, karena dari lahan yang relatif sempit ini, bisa menghasilkan bahan pangan seperti umbi-umbian, sayuran, buah-buahan; bahan tanaman rempah dan obat, bahan kerajinan tangan; serta bahan pangan hewani yang berasal dari unggas, ternak kecil maupun ikan. Manfaat yang akan diperoleh dari pengelolaan pekarangan antara lain dapat : memenuhi kebutuhan konsumsi dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran, dan juga dapat memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga.
Dari sinilah pemerintah mulai bergerak, dengan mengusung konsep atau model pertanian perkotaan. Melalui penerapan model ini diharapkan mampu menjadi salah satu solusi untuk menjawab yang selama ini menjadi kendala dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat perkotaan sekaligus menumbuh-kembangkan kegiatan pertanian di wilayah perkotaan. Implementasi model pertanian perkotaan yang dikembangkan adalah dengan cara menanam secara vertikal atau bertingkat, yang populernya disebut juga model dengan sistem pertanian vertikultur.
Vertikultur dapat diartikan sebagai teknik budidaya tanaman secara vertikal sehingga penanaman dilakukan secara bertingkat. Teknik budidaya ini tidak memerlukan lahan yang luas, bahkan dapat dilakukan pada rumah yang tidak memiliki halaman sekalipun. Pemanfaatan teknik vertikultur ini memungkinkan untuk berkebun dengan memanfaatkan tempat secara efisien. Secara estetika, taman vertikultur berguna sebagai penutup pemandangan yang tidak menyenangkan atau sebagai latar belakang yang menyuguhkan pemandangan yang indah dengan berbagai warna. Dalam perkembangan selanjutnya, teknik vertikultur juga dimanfaatkan untuk bercocok tanam di pekarangan yang sempit bahkan tidak memiliki pekarangan sedikit pun.
Bercocok tanam secara vertikultur sebenarnya tidak berbeda dengan bercocok tanam di kebun maupun di ladang. Mungkin sekilas bercocok tanam secara vertikultur terlihat rumit, tetapi sebenarnya sangat sederhana. Tingkat kesulitannya tergantung dari model yang digunakan. Model yang sederhana, mudah diikuti dan dipraktekan. Bahkan bahan-bahan yang digunakan mudah ditemukan, sehingga dapat diterapkan oleh ibu-ibu rumah tangga.
Vertikultur tidak hanya sekadar kebun vertikal. Namun ide ini akan merangsang seseorang untuk menciptakan khasanah biodiversitas di pekarangan yang sempit sekalipun. Dengan struktur vertikal, akan memudahkan pengguna membuat dan memeliharanya. Dari pernyataan di atas maka dipandang perlu untuk melakukan pengembanagan budidaya secara vertikultur di Indonesia.
Adapun tujuan pengembangan budidaya secara vertikultur ialah sebagai berikut :
a.         Sebagai salah satu alternative pengembanagan pertanian di perkotaan
b.         Memanfaatkan lahan sempit yang tidak produktif menjadi lahan sempit yang produktif dengan aplikasi vertikultur.
c.         Menghemat pengeluaran dengan cara memiliki tanaman sayuran sendiri.
d.         Menambah nilai estetika lahan pekarangan.
e.         Menambah pendapatan petani
f.          Meningkatkan produktifitas pertanian khususnya hortikultura dengan inovasi pengembangan teknologi.
g.         Mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan ramah lingkungan.
Prinsip kerja vertikultur dalam budidaya tanaman ini adalah dengan menyuplai air nutrisi melalui saluran pemasukan kemudian dialirkan ke atas bagian batang vertikal melalui nozel agar keluar berupa hembusan/curah. Air nutrisi kembali ke bagian bawah secara circel/berputar. Pengaturan jangka waktu aliran air dikendalikan oleh unit timer yang bekerja tanpa kenal lelah sepanjang hari selama berlangsungnya masa penanaman. Untuk memperkokoh tanaman, digunakan arang sekam yang berfungsi sebagai media tumbuh tanaman selain itu arang sekam juga berfungsi  untuk menetralisir racun. Namun karena arang sekam bersifat mudah terbawa oleh air, maka digunakan kasa parabola untuk menahan arang sekam tersebut.
Tanaman   menyerap makanan pada umumnya melalui akar karena itu nutrisi atau bahan gizi disediakan melalui air yang kemudian akan diserap oleh akar. Berbeda dengan pemupukan di dalam tanah, dimana tanah merupakan media tanam yang juga menjadi mediator reaksi kimia, dalam sistem vertikultur pupuk diformulasikan sebagai bahan jadi yang langsung terurai menjadi makanan akar.
Sistem vertikultur merupakan solusi atau jawaban bagi yang berminat dalam budidaya tanaman namun memiliki ruang atau lahan sangatterbatas. Kelebihan sistem pertanian vertikultur:
1)     Efisiensi dalam penggunaan lahan karena yang ditanam jumlahnya lebih banyak dibandingkan sistem konvensional
2)     Penghematan pemakaian pupuk dan pestisida.
3)     Dapat dipindahkan dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu.
4)     Mudah dalam hal monitoring/pemeliharaan tanaman.
5)     Kemungkinan tumbuhnya rumput dan gulma lebih kecil
 Namun demikian, sistem budidaya vertikultur juga memiliki kelemahan, yaitu:
1)      Investasi awal cukup tinggi.
2)      Sistem penyiraman harus kontinyu serta memerlukan beberapa peralatan tambahan, misalnya tangga sebagai alat bantu penyiraman, dll.
3)      Memerlukan keterampilan khusus
4)      Hanya bisa dikembangkan pada tanaman hortikultura
5)      Rawan terhadap serangan jamur, karena kelembaban udara yang tinggi akibat tingginya populasi tanaman
6)      Adanya atap plastik

Pada sistem budidaya vertikultur tidak semua jenis tanaman dapat dibudidayakan, namun terbatas pada tanaman yang bentuk dan ukurannya sesuai dengan media tanam.
Tanaman yang sesuai dibudidayakan dengan cara vertikultur adalah jenis tanaman sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan yang memiliki perakaran yang dangkal dan memiliki berat yang relatif ringan sehingga tidak akan terlalu membebani media tanam vertikultur pada pertumbuhan tanaman tersebut.
Untuk tanaman yang memerlukan banyak sinar matahari, seperti cabai, tomat, terong, dan sawi hendaknya diletakkan di posisi bagian atas. Sedangkan tanaman ginseng, kangkung, dan seledri bisa di bagian tengah atau bawah. Sistem vertikultur ini sangat cocok diterapkan bagi petani atau perorangan yang mempunyai lahan sempit, namun ingin menanam tanaman sebanyak-banyaknya. Selain tanaman sayuran, kita bisa juga menanam tanaman hias.
Banyak sedikitnya tanaman yang akan kita budidayakan bergantung pada model wadah yang kita gunakan. Sistem vertikultur ini sangat cocok diterapkan bagi petani atau perorangan yang mempunyai lahan sempit, namun ingin menanam tanaman sebanyak-banyaknya. Selain tanaman sayuran, kita bisa juga menanam tanaman hias. Untuk memulai budidaya tanaman secara vertikultur sebenarnya tidak perlu direpotkan dengan peralatan dan bahan yang akan menghabiskan biaya yang besar, yang penting wadah yang dipakai dapat menyediakan ruang tumbuh yang baik bagi tanaman. Namun terkadang kita ingin hasilnya nanti tidak hanya berupa panen tapi juga keindahan tanaman yang ditanam secara vertikultur dan struktur bangunan/wadah tanam tahan lama. Untuk alasan-alasan itu maka cara berikut ini dapat dipakai.
Terdapat tiga aspek yang harus dipersiapkan dalam budidaya tanaman organik secara vertikultur, yaitu: (1) Pembuatan rak vertikultur. (2) Penyiapan dan penggunaan pupuk organik. (3) Penanaman dan pemeliharaan.
Untuk memulai budidaya tanaman secara vertikultur sebenarnya tidak perlu direpotkan dengan peralatan dan bahan yang akan menghabiskan biaya yang besar, yang penting wadah yang dipakai dapat menyediakan ruang tumbuh yang baik bagi tanaman. Namun terkadang kita ingin hasilnya nanti tidak hanya berupa panen tapi juga keindahan tanaman yang ditanam secara vertikultur dan struktur bangunan/wadah tanam tahan lama.
Dengan demikian, cara penanaman  vertikultur dapat menjadi salah satu alternatif atau solusi untuk para petani khususnya para petani di perkotaan yang memiliki kendala keterbatasan lahan. Selain dari segi pemanfaatan lahan, dari segi ekonomi sistem vertikultur ini sangat menguntungkan, karena lebih menghemat biaya pada saat produksi kedua dan selanjutnya serta lebih hemat air. Hasil tanaman yang dibudidayakan juga berkualitas tinggi.

Sistem penanaman secara vertikultur dapat dikembangkan lagi searah dengan perkembangan teknologi saat ini. Seperti dengan media tanam yang baru dan bentuk bangunan vertikultur yang lebih menarik dan menguntungkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar