Minggu, 15 Desember 2013

BUDIDAYA PADI MENGGUNAKAN METODE SRI (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)

I.            PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara agraria yang mayoritas lahannya adalah daerah pertanian dan perkebunan, namun selama ini  ketersediaan beras yang menjadi makanan pokok penduduknya masih menjadi permasalahan. Sistem budi daya pertanian di Indonesia dalam kurun waktu yang panjang mengalami penurunan dalam hal produktivitas, kualitas, dan efisiensi. Penurunan terjadi mulai dari luas lahan garapan yang kian susut akibat terdesak oleh kegiatan industrialisasi dan perumahan. Produktivitas semakin menukik tajam karena banyak lahan yangg hilang kesuburannya akibat penggunaan pupuk kimia yang tidak bijaksana.
Pemakaian pestisida dan pupuk kimia yang cenderung berlebihan dan tidak terkontrol pasti mengakibatkan keseimbangan alam terganggu, musuh alami hama menjadi punah, sehingga hama dan penyakit tanaman berkembang pesat, dan adanya residu kimia pada hasil panen. Penghematan penggunaan pupuk dan pestisida kimia mutlak harus dilakukan.
Selain itu, krisis lingkungan karena pencemaran perlu disikapi mengingat dampak negatif yang tidak sedikit bagi manusia dan lingkungan. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah harga pupuk dan antihama yang mahal, terkadang langka di pasaran serta faktor kolutif lain. Di antaranya mekanisme pasar yang cenderung memperkaya segelintir orang dan faktor politis yang tidak memihak petani.
Dari aspek pengelolaan air, usaha tani sawah pada umumnya dilakukan dengan penggenangan secara terus-menerus, di lain pihak kesediaan air semakin terbatas. Untuk itu, diperlukan peningkatan efisiensi penggunaan air melalui usaha tani hemat air.

II.            TINJAUAN PUSTAKA
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertanian melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri. Salah satu teknologi yang sangat potensial untuk meningkatkan produksi beras nasional adalah Budidaya Padi System of Rice Intensification (S.R.I). Budidaya Padi S.R.I. telah diadopsi oleh banyak petani di beberapa negara.
Metode SRI adalah metode yang sangat tepat guna bagi dunia pertanian padi. SRI ini pada dasarnya  adalah cara budidaya padi yang intensif dan efisien dengan proses menejemen sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan air, tanah dan tanaman. Pada dasarnya SRI ini menyeimbangkan antara kebutuhan tanaman dengan ketersediaan nutrisi yang cukup dan kondisi lingkungan yang tepat. Metode SRI pertama kali ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 - 1984 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Perancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama para petani di sana. Oleh penemunya, metododologi ini selanjutnya dalam bahasa Perancis disebut Ie Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama  System of Rice Intensification disingkat SRI.
Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for FoodAgriculture and Development (CIIFAD), bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka dan Bangladesh dengan hasil yang positif.
SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director CIIFAD). Pada tahun 1987, Uphoff mengenalkan metode SRI di Indonesia yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar. Hasil metode SRI di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, bahkan ada juga yang memperoleh 10 – 15 ton/ha.
SRI  minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan dengan metode yang biasa dipakai petani.  Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen.  Dalam SRI tanaman diperlakukan sebagai organism hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi.  Semua unsure potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya.
Keuntungan lain dari penerapan Budidaya Padi S.R.I adalah mengurangi emisi CH4 karena sawah tidak digenangi. Hal ini merupakan keuntungan lain dari penerapan Budidaya Padi S.R.I. secara luas. Pemerintah Indonesia sudah menyatakan komitmennya untuk berpertisipasi aktif mengurangi emisi gas rumah kaca. Melalui penerapan Budidaya Padi S.R.I. secara luas, emisi metan dari sawah juga akan berkurang secara nyata sehingga secara nasional, Pemerintah Indonesia dapat menunjukkan berpartisipasi aktif dalam menurunkan emisi CH4.



              1.         Tanam bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) ketika bibit masih berdaun 2 helai.
              2.         Tanam bibit satu lubang satu bibit dengan jarak tanam lebar 30x30 em, 35x35 em 9tau lebih jarang lagi.
              3.         Pindah tanam harus segera mungkin (kurang 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal.Pemberian air maksimum 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai peeah (irigasi berselang terputus).
              4.         Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2 - 3 kali dengan interval 10 hari. Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik dan pestisida organik.
              1.         Tanaman hemat air, selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen pemberian air maksimum 2 cm paling baik maeak-maeak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus).
              2.         Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kglha, tidak butuh biaya peneabutan bibit, tidak butuh biaya pindah bibit, tenaga tanam berkurang, dan lain-lain. 
              3.         Hemat waktu ditanam bibit muda 5 - 12 hari setelah semai, dan waktu panen akan lebih awal.
              4.         Produksi meningkat di beberapa tempat meneapai 11 ton/ha.
              5.         Ramah lingkungan, seeara bertahap penggunaan pupuk kimia (urea, Sp36, KCI) akan dikurangi dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan MOL), begitu juga penggunaan pestisida.

Mengingat berbagai keunggulan SRI ini, maka sangat cocok diterapkan saat ini, mengingat harga pupuk kimia semakin mahal, dan kesuburan  tanah semakin menurun. Sehingga dengan metode SRI akan mengembalikan kesuburan tanah dengan pemupukan dan pestisida organik. SRI ini juga sangat cocok untuk diterapkan di daerah yang ketersediaan airnya sedikit, karena sebenarnya memang tanaman padi bukanlah tanaman air, tetapi membutuhkan air.

III.            TEKNIK BUDIDAYA
SRI atau System of Rice Intensification tertumpu pada 4 hal pokok yaitu :
              1.         Menanam bibit muda (5 – 15 hari setelah semai)
              2.         Menanam 1 bibit pertitik tanam
              3.         Mengatur jarak tanam lebih lebar (30 x 30 cm sampai 50 x 50 cm ; di Indonesia, jarak tanam ideal untuk SRI adalah 35 x 35 cm atau 35 x 35 cm)
              4.         Manajemen pengairan yang super hemat dengan cara intermitten (terputus ; berselang seling antara pemberian air maksimal 2 cm dan pengeringan tanah sampai retak).
Selain keempat hal tersebut, sangat dianjurkan untuk menggunakan pupuk organik. Pupuk organik selain menyediakan unsur hara yang lengkap (makro dan mikro) juga memperbaiki struktur tanah sehingga meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman, udara yang cukup bagi perakaran, dan meningkatkan daya ikat air tanah.



Di bawah ini adalah prinsip-prinsip budidaya:
              a.         Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk Tanaman Padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan tanah untuk tanam padi secara konvesional yaitu dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah yang lebih baik bagi tanaman, terhindar dari gulma.  Pengolahan dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur lumpur.  Permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol dan mengendalikan air.
Pengolahan tanah dilakukan sesuai anjuran pada sistem konvensional. Sangat dianjurkan untuk memberikan pupuk kandang / kompos / pupuk hijau saat pembajakan tanah. Di sekeliling petakan dibuat parit sedalam 30 – 50cm untuk membantu saat periode pengeringan.
              b.         Pembibitan
Pembibitan dalam SRI sangat dianjurkan dilakukan dalam kontainer platik, kayu, anyaman bambu yang dilapisi daun pisang, atau apa saja yang dapat digunakan. Hal ini untuk mempermudah saat pindah tanam. Media tanah untuk pembibitan sebaiknya mengandung kompos atau pupuk organik yang baik dengan ketebalan 4-5 cm. Benih diberi perlakuaan khusus agar didapatkan benih yang paling baik.
Ini   merupakan   awal   dari   rangkaian   kegiatan   membuat   persemaian.   Petama-tama   kita siapkan   benih   yang   akan   dipakai.   Kebutuhan   benih   untuk   tanaman   padi   model   SRI adalah 5-7 kg per hektar lahan. Kemudian benih tadi harus diseleksi sebelum disemai. Untuk itu kita bisa menggunakan metode “Larutan Garam”. Prosesnya adalah sebagai berikut:
                   a.         Masukkan air ke dalam wadah atau toples.
                  b.         Selanjutnya   masukkan   telur   ayam   ke   dalam   wadah   atau   toples   berisi   air   tadi.
                   c.         Telur   ayam   akan   berfungsi   sebagai   penanda   ketika   larutan   garam   sudah   siap untuk digunakan.
                  d.         Kemudian   masukkan   garam   dapur   perlahan-lahan   ke   dalam   air   sambil   diaduk hingga garam larut. Penambahan garam dihentikan ketika telur sudah naik ke permukaan air.
                   e.         Langkah   berikutnya   adalah   memasukkan  benih   yang   akan   ditanam   ke   dalam larutan garam..
                   f.          Benih   yang   mengapung   adalah   benih   yang  kurang   baik   kualitasnya.   Benih   ini bisa   diambil   dan   disisihkan.   Benih   yang   tenggelam   adalah   benih   yang   baik. Benih-benih       ini   kemudian      diambil    dan   dicuci     untuk    selanjutnya      disemai. Pencucian   dimaksudkan   untuk   menghilangkan   larutan   garam   yang   menempel pada benih.
Metode “Larutan Garam” hanyalah salah satu cara untuk menyeleksi benih. Cara yang lain juga biasa gunakan dalam memilih benih yang baik untuk disemaikan.
Setelah   benih   berkualitas   baik   siap,   benih  harus   diperam   dulu   selama   satu   hari   satu malam, tidak boleh lebih. Ini dilakukan agar benih tumbuh seragam. Setelah diperam, akan   terlihat   adanya   bintik   pada   lembaga   atau   embrio   benih   (tetapi   belum   tumbuh akar). Ini adalah tanda benih yang baik dan siap disemai.
              c.         Membuat Persemaian
Persemaian untuk   SRI   dapat   dilakukan   dengan dua cara yaitu persemaian kering dan persemaian   basah.   Persemaian   basah   adalah  persemaian   yang   langsung   dilakukan   di lahan pertanian, seperti pada sistem konvensional. Sementara persemaian kering yaitu persemaian   yang   menggunakan   wadah   berupa kotak/besek/wonca/pipiti.   Penggunaan wadah   ini   dimaksudkan   untuk   memudahkan  pengangkutan   dan   penyeleksian   benih. Untuk lahan seluas satu hektar dibutuhkan wadah persemaian ukuran 20 cm x 20 cm, sebanyak   400—500   buah.   Kotak/besek/wonca/pipiti   bisa   juga   diganti   dengan   wadah lain seperti pelepah pisang atau belahan buluh bambu. Benih ditabur          Benih dalam           Umur benih 7 hari       Benih muda siap di atas besek         persemaian tebar .
Tahapan membuat persemaian adalah sebagai berikut:
                  1.         Siapkan    media    persemaian    dengan    cara   mencampur     tanah   dengan    pupuk organik/pupuk kandang/ bokhasi dengan perbandingan 1:1.
                  2.         Sebelum wadah diisi dengan media, lapisi dulu bagian dalamnya dengan daun pisang yang sudah dilemaskan dengan cara dijemur atau dipanaskan di atas api.
                  3.         Masukkan   media   ke   dalam   wadah   hingga   3/4   penuh.   Selanjutnya   media   ini disiram dengan air supaya lembab.
                  4.         Tebarkan benih ke dalam wadah. Jumlah benih per wadah antara 300—350 biji.
                  5.         Taburkan arang sekam di atas benih sampai rata melapisi/menutupi benih.
                  6.         Selanjutnya simpan wadah-wadah ini di tempat yang teduh. Pada hari pertama dan hari kedua, sebaiknya wadah-wadah ini ditutupi agar tidak kepanasan.
                  7.         Jika disimpan di pekarangan, jangan lupa untuk meletakkan wadah-wadah ini di tempat yang aman dari gangguan ternak seperti ayam.
                  8.         Penyiraman      bisa  dilakukan   setiap  hari   agar  media  tetap  lembab    dan   bibit tanaman tetap segar.
              d.         Pindah Tanam
Sebelum pindah tanam sebaiknya lahan telah betul-betul rata dan kemudia dibuat garis tanam dengan menggunakan caplak agar pertanaman teratur dengan jarak tanam seragam. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 30 x 30 cm, 35 x 35 cm, atau pada tanah yang subur dapat diperjarang sampai 50 x 50 cm.
Bibit dapat dipindahtanamkan pada umur 5 – 15 hari setelah semai (berdaun 2) dengan jumlah 1 bibit perlubang. Pembenaman bibit sekitar 1 – 1,5 cm dengan posisi akar membentuk huruf L. Caranya adalah dengan membenamkan bibit pada jarak sekitar 10 cm di belakang titik tanam, kemudian digeser menuju titik tanam, sehingga posisi akar seperti huruf L.
              e.         Penanaman
Bibit   siap   dipindahkan   ke  lahan   setelah   mencapai   umur   7—10   hari   setelah   semai. Kondisi   air   pada   saat   tanam   adalah   “macak-macak”   (Jawa-Red.).   Arti   dari   “macak- macak” adalah kondisi tanah yang basah tetapi bukan tergenang.
Pada   metode   SRI   digunakan   sistem   tanam   tunggal.   Artinya,   satu   lubang   tanam   diisi satu   bibit   padi.   Selain   itu,   bibit   ditanam   dangkal,   yaitu   pada   kedalaman   2-3   cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti huruf L).
Alasan menggunakan      satu   benih  untuk    satu   lubang adalah   Dasar   pemikirannya adalah, jika beberapa benih ditanam bersamaan dalam satu lubang maka akan muncul persaingan antar tanaman dalam memperebutkan nutrisi, oksigen, dan sinar matahari. Karena   itu,   dengan   sistem   penanaman   tunggal   diharapkan   bahwa  tiap   tanaman   bisa menyerap nutrisi, oksigen, dan sinar matahari secara lebih optimal.
Jarak tanam yang digunakan dalam metode SRI adalah jarak tanam lebar, misalnya 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm. Semakin lebar jarak tanam, semakin meningkat jumlah anakan produktif yang dihasilkan oleh tanaman padi. Penyebabnya, sinar matahari bisa mengenai seluruh bagian tanaman dengan lebih baik sehingga proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman terjadi dengan lebih optimal. Jarak tanam yang lebar ini juga memungkinkan   tanaman   untuk   menyerap   nutrisi,   oksigen   dan   sinar   matahari   secara maksimal.
              f.          Pemupukan.
Pemupukan dilakukan sesuai anjuran setempat, baik dosis maupun teknis pemberian. Hal ini disebabkan karakteristik kesuburan tanah yang berbeda-beda di setiap lokasi. Apabila menggunakan pupuk kandang, dosis pupuk kimia dapat dikurangi.
 Pemberian pupuk pada SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah  dan penambahan unsur hara yang berkurang setelah dilakukan pemanenan.  Kebutuhan  pupuk organik pertama setelah menggunakan system konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim tanam.  Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik bisa berkurang disesuaikan dengan kebutuhan.   Pemberian  pupuk organic dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar pupuk bisa menyatu dengan tanah.
              g.          Penyiangan/Pengendalian Gulma.
Pengendalian gulma sebaiknya dilakukan sebanyak sekurangnya 3 kali selama masa tanam sesuai dengan kondisi di lapangan. Pengendalian gulma yang baik sebaiknya menggunakan alat weeder (lalandak) yang lebarnya disesuaikan dengan jarak tanam. Gulma yang tercabut dapat dibenamkan atau disisihkan (dalam hal ini bila dominansi jenis gulma yang berumbi seperti teki).
Sistem tanam metode SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus-menerus, cukup dengan kondisi tanah yang basah.  Penggenangan dilakukan hanya untuk mempermudah pemeliharaan.  Pada prakteknya pengelolaan air pada system padi organik dapat dilakukan sebagai berikut :  pada umur 1-10 HST tanaman padi digenangi dengan ketinggian air rata-rata 1 cm, kemudian pada umur 10 hari dilakukan penyiangan.  Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi.  Untuk perlakuan yang masih membutuhkan penyiangan berikutnya, maka dua hari menjelang penyiangan tanaman digenang.  Pada saat tanaman berbunga, tanaman digenang dan setelah padi matang susu tanaman tidak digenangi kembali sampai panen.
Untuk mencegah hama dan penyakit pada SRI tidak digunakan bahan kimia, tetapi dilakukan pencegahan dan apabila terjadi gangguan hama/penyakit digunakan pestisida nabati dan atau digunakan secara fisik dan mekanik.
              h.         Pengairan
Pengairan atau pemberian air dilakukan secara intermitten atau terputus-putus. Pada awal penanaman, pemberian air dilakukan sampai kondisi minimal macak-macak atau maksimal sekitar 2 cm. Kemudian dibiarkan mengering sampai kondisi tanah mulai terbelah-belah dan mulai lagi dengan pemberian air maksimal, begitu seterusnya. Kondisi tanah yang kering terbelah memberikan kesempatan oksigen lebih banyak masuk dalam pori-pori tanah sehingga akan memperbaiki proses respirasi (pernapasan) perakaran. Kondisi ini tentu akan meningkatkan pertumbuhan perakaran dan perkembangan anakan.  Seperti juga pada sistem konvensional, pemberian air dihentikan saat periode pemasakan bulir padi.
Padi ditanam pada kondisi tanah yang tidak tergenang. Tujuannya, agar oksigen yang dapat dimanfaatkan oleh akar tersedia lebih   banyak   di   dalam   tanah.   Selain   itu,  dalam   kondisi   tidak   tergenang,   akar   bisa tumbuh   lebih   subur   dan   besar   sehingga   tanaman   dapat   menyerap   nutrisi   sebanyak- banyaknya.
Proses pengelolaan air dan penyiangan dalam metode SRI dilakukan sebagai berikut:
                   1.         Ketika padi mencapai umur 1-8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahan adalah “macak-macak”.
                   2.         Sesudah     padi   mencapai     umur    9-10     HST  air   kembali    digenangkan     dengan ketinggian   2-3   cm   selama   1   malam   saja.   Ini   dilakukan   untuk   memudahkan penyiangan tahap pertama
                   3.         Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST.
                   4.         Pada     umur     19-20      HST    sawah     kembali    digenangi     untuk    memudahkan penyiangan tahap kedua.
                   5.         Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1-2 cm dan kondisi   ini   dipertahankan   sampai   padi   “masak   susu”   (±   15-20   hari   sebelum panen).
                   6.         Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba.

               i.          Pengendalian Hama dan Penyakit.
Dalam metode SRI, pengendalian hama dilakukan dengan sistim PHT. Dengan system ini, petani diajak untuk bisa mengelola unsur-unsur dalam agroekosistem (seperti matahari, tanaman, mikroorganisme, air, oksigen, dan musuh alami) sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Cara yang dilakukan petani misalnya dengan menempatkan bilah-bilah _isban/ajir di petakan sawah sebagai “terminal” capung atau burung kapinis Selain itu petani juga menggunakan pestisida berupa ramuan yang diolah dari bahan-bahan alami untuk menghalau hama.
Untuk pengendalian gulma, metode SRI mengandalkan tenaga manusia dan sama sekali tidak memakai herbisida. Biasanya digunakan alat bantu yang disebut “susruk”. .Ini adalah semacam garu yang berfungsi sebagai alat pencabut gulma. Dengan alat ini, gulma yang sudah tercabut sekaligus akan dibenamkan ke dalam tanah untuk menambah bahan didalam tanah. Perlu diingat, bahwa dalam aplikasi metode SRI, gulma yang tumbuh akan banyak karena sawah tidak selalu ada dalam kondisi tergenang air.
               j.          Panen
Panen dilakukan setelah tanaman menua dengan ditandai dengan menguningnya semua bulir secara merata. Bila bulir digigit tidak sampai mengeluarkan air. Dari pengalaman di lapangan, dengan pemasakan bulir pada SRI lebih cepat terjadi sehingga umur panen lebih cepat dan bulir padi lebih banyak dan lebih padat.
Demonstrasi area yang dilakukan selama ini membuktikan bahwa SRI mampu memberikan kelebihan hasil panen seperti :
·         Tinggi tanaman lebih tinggi mulai umur tanaman 60 hari.
·         Jumlah anakan 2 kali lebih banyak sejak umur 40 hari
·         Jumlah anakan produktif meningkat 2 kali.
·         Jumlah bulir permalai lebih banyak
·         Jumlah bulir bernas lebih banyak
·         Berat bulir per 100 butir gabah lebih tinggi
·         Kadar air saat panen lebih rendah
Dengan sejumlah peningkatan tersebut di atas, sudah pasti SRI memberikan nilai produktivitas yang jauh lebih tinggi disbanding dengan metode konvensional.

IV.            PEMBAHASAN
SRI berhasil karena menerapkan konsep sinergi.  Dalam konteks ini, sinergi menunjukkan bahwa semua praktek dalam SRI berinteraksi secara positif, saling menunjang, sehingga hasil keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing bagian.  Setiap bagian dari SRI bila dilakukan akan memberikan hasil yang positif, tapi SRI hanya akan berhasil kalau semua praktek dilaksanakan secara bersamaan.
Praktek SRI memberi dampak pada struktur tanaman padi yang berbeda.  Dalam metode SRI, tanaman padi memiliki lebih banyak batang, perkembangan akar lebih besar, dan lebih banyak bulir pada malai. Untuk menghasilkan batang yang kokoh, diperlukan akar yang dapat berkembang bebas untuk mendukung pertumbuhan batang di atas tanah.  Untuk ini akar membutuhkan kondisi tanah, air, nutrisi, temperatur dan ruang tumbuh yang optimal. Akar juga memerlukan energi hasil fotosintesis yang terjadi di batang dan daun yang ada di atas tanah. Sehingga akar dan batang saling tergantung. Saat kondisi pertumbuhan optimum, ada hubungan positif antara jumlah batang per tanaman, jumlah batang yang menghasilkan (malai), dan jumlah bulir gabah per batang.
Tanaman padi dalam model SRI akan tampak kecil, kurus dan jarang di sawah selama sebulan atau lebih setelah transplantasi.  Dalam bulan pertama, tanaman mulai menumbuhkan batang. Selama bulan ke-2 pertumbuhan batang mulai terlihat nyata. Dalam bulan ke-3, petak sawah tampak “meledak” dengan pertumbuhan batang yang sangat cepat. Untuk memahami hal ini, perlu dimengerti konsep phyllochrons, sebuah konsep yang diaplikasikan pada keluarga rumput-rumputan, termasuk tanaman biji-bijian seperti padi, gandum, dan barley. 
Phyllochron merupakan periode waktu antara munculnya satu phytomer (satu set batang, daun, dan akar yang muncul dari dasar tanaman) dan perkecambahan selanjutnya.  Ukuran phyllochrons ditentukan terutama oleh temperatur, tapi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti panjang hari, kelembaban, kualitas tanah, kontak dengan air dan cahaya serta ketersediaan nutrisi.
Bila kondisinya sesuai, phillochrons dalam padi lamanya lima sampai tujuh hari, meski dapat lebih singkat pada temperatur lebih tinggi. Di bawah kondisi yang bagus, fase vegetatif tanaman padi dapat berlangsung selama 12 phyllochrons sebelum tanaman mulai menumbuhkan malai dan masuk ke fase pembungaan (lihat Tabel 2).  Ini mungkin dilakukan ketika pertumbuhan dipercepat, sehingga banyak phillochrons sudah tercapai sebelum inisiasi malai.
Sebaliknya, dalam kondisi miskin, phyllochrons berlangsung lebih lama, dan hanya sedikit yang mampu mencapai fase pembungaan.  Yang perlu diingat : hanya beberapa batang yang tumbuh dalam fase awal phyllochrons (dan tidak ada sama sekali selama phillochrons kedua dan ketiga), namun setelah fasephillochrons  ketiga setiap batang akan menghasilkan batang baru dari pangkalnya (dengan tenggang waktu satu phyllochrons sebelum proses malai). Dalam periode vegetatif berikutnya, dalam kondisi yang ideal, pertambahan batang tanaman menjadi berlipat (eksponensial) dan bukan aditif (sesuai dengan hukum Fibonacci dalam ilmu Biologi).  Dalam praktek budidaya lama, periode produksi batang maksimum tercapai sebelum inisiasi malai, tapi dengan SRI keduanya bisa dicapai bersamaan.
Inilah mengapa, saat paling baik untuk transplantasi bibit adalah selama phyllochrons ke-2 atau ke-3, sehingga tidak ketinggalan fase berlipat (eksponensial) yang mulai pada phyllochrons ke-4.  Akar bibit mengalami trauma saat terkena sinar matahari dan mengering, saat ditanam di tempat yang tidak ada kontak dengan udara; dan saat bulu akar keluar dari akar pertama, akan hilang atau rusak jika terlambat ditranspalantasi.  Trauma ini memperlambat pertumbuhan berikutnya, sehingga banyak phyllochrons yang tidak tercapai sebelum inisiasi malai.  Banyak metode transplantasi (dan waktu) menyebabkan tanaman terhambat tumbuh selama satu atau dua minggu yang juga menghambat pertumbuhan selanjutnya. Untuk pertumbuhan batang maksimum, tanaman perlu menyelesaikan sebanyak mungkin phyllochrons selama fase vegetatif. Bila bibit ditranplantasi pada umur 3 atau 4 minggu, phyllochrons terpenting saat batang tumbuh tidak akan pernah tercapai.
Bertentangan dengan kebiasaan umum yang menganggap bahwa banyak batang akan mengurangi jumlah malai dan pembentukan bulir, dengan SRI, terbukti tidak ada hubungan negatif antara jumlah batang yang diproduksi dan jumlah bulir diproduksi oleh batang subur. Semua komponen hasil panen, tumbuhnya batang, pembentukan malai dan pengisian bulir dapat bertambah di bawah kondisi yang mendukung.
SRI membutuhkan lebih banyak tenaga kerja per ha daripada metode tradisional.  Bila petani tidak terbiasa mentransplantasi bibit kecil (umur 2 minggu) dalam jarak ruang dan kedalaman tertentu, proses ini bisa membutuhkan waktu dua kali lebih lama.  Tapi jika para petani sudah merasa nyaman dan menguasai tekniknya, transplantasi membutuhkan waktu lebih singkat karena jumlah bibit yang ditanam jauh lebih sedikit.
Dengan SRI, diperlukan lebih banyak waktu juga untuk mengatur pengairan sawah dibandingkan cara lama.  Ini berarti sistem irigasi perlu diatur secara tepat agar memungkinkan air masuk dan keluar dari sawah secara teratur.  Kebanyakan irigasi tidak diatur seperti ini (kebanyakan irigasi hanya dibuat untuk menyimpan banyak air), sehingga perlu dilakukan perbaikan pada petak dan pengairan lebih dulu sebelum memulai metode SRI.
Pendangiran juga membutuhkan waktu lebih banyak bila sawah tidak digenangi air terus.  Tapi, hasil panen bisa naik beberapa kali lipat jika aerasi tanah diatur baik dengan alat pendangiran putar bergerigi.  Akhirnya, hasil panen yang lebih mampu menutupi pengeluaran tambahan untuk tenaga pendangiran.
Awalnya, SRI membutuhkan 50-100% tenaga kerja (yang terampildan teliti) lebih banyak, tapi lama kelamaan jumlah ini dapat menurun.  Petani SRI yang sudah berpengalaman membutuhkan tenaga kerja lebih sedikit saat teknik SRI telah dikuasai dan mereka semakin percaya diri.  Dengan hasil panen dua, tiga bahkan empat kali lipat dibanding metode lama, mampu menutupi ongkos buruh dan lahan yang meningkat.
Beberapa petani masih meragukan manfaat SRI.  SRI tampak seperti mukjijat di awal, tetapi ada alasan ilmiah untuk menjelaskan setiap bagian prosesnya. Para petani ini perlu dimotivasi untuk mencobanya di area kecil dahulu, untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka mengenai manfaat dan untuk memperoleh ketrampilan di skala kecil.
Penanaman dan pendangiran merupakan pekerjaan yang butuh tenaga kerja paling intensif dalam SRI.  Banyak petani kesulitan memperoleh tenaga kerja yang cukup untuk ini, baik dari anggota keluarga sendiri maupun yang disewa.  Jika petani mengalami kendala ini sebaiknya mereka tidak menanam dan mengelola seluruh lahannya dengan pola SRI, tetapi cukup mencoba di sebagian lahannya saja, sehingga tidak harus keluar biaya untuk buruh dan sewa lahan.  Lalu, sisa lahan ditanamai tanaman lain jika telah tersedia tenaga kerja.


V.            KESIMPULAN
Para ilmuwan masih belum yakin, bahkan banyak yang skeptis, bagaimana mungkin hasil tinggi dapat diperoleh pada tanah miskin seperti Madagaskar. Untungnya SRI telah terbukti juga sukses diterapkan di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka dan Bangladesh.  Jadi jelas bahwa SRI tidak hanya cocok untuk satu neegara.
Memang belum ada evaluasi sistematis oleh ilmuwan mengenai SRI ini. Tetapi telah ada sedikit penjelasan ilmiah terkait penerapan SRI sebagai berikut :
              1.         Proses Fiksasi Biologis Nitrogen (Biological Nitrogen Fixation - BNF). Bakteri dan mikroba yang bebas hidup di sekitar akar padi dapat menguraikan nitrogen yang diperlukan untuk tanaman.  Kehadiran bakteri seperti ini telah tercatat untuk tanaman tebu, yang termasuk famili rumput-rumputan, seperti padi.  Ketika tanaman tebu tidak diberi pupuk nitrogen (karena pupuk ini dapat memacu produksi enzim nitrogenase yang diperlukan untuk proses fiksasi nitrogen), mikroba tanah mampu menyediakan 150-200 kg nitrogen per ha untuk tebu.  Namun, proses penguraian nitrogen justru berkurang pada lahan yang diberikan pupuk kimia.  Diketahui bahwa 80 % bakteri di dalam dan sekitar akar padi memiliki kemampuan menyediakan nitrogen, tetapi potensi ini tidak akan menjadi nyata bila penggunaan pupuk nitrogen kimia diteruskan atau dalam kondisi tanah an-aerobik dan tergenang.
              2.         Sebuah penelitian menyebutkan bahwa tanaman dapat tumbuh baik dalam konsentrasi hara rendah, selama hara tersebut tersedia berimbang dan konsisten.  Kita tahu bahwa kompos menyediakan hara sedikit demi sedikit tapi konstan.
              3.         Tanaman dengan akar yang bebas menyebar dapat menyerap hara apapun di dalam tanah. Pertumbuhan akar yang bebas hanya mungkin terjadi pada akar bibit muda yang punya banyak ruang dan oksigen, bahkan saat air dan nutrisi hanya sedikit tersedia akar dapat mencarinya sendiri. Akar yang demikian dapat mengekstrak unsur hara yang lebih seimbang dari tanah, termasuk nutrisi dari unsur mikro yang diperlukan sedikit tapi penting.
              4.         Banyak hal yang perlu dipelajari dari SRI, dan para ilmuwan mulai tertarik karena hasil panennya yang berlipat.  SRI jangan dilihat sebagai teknologi yang diterapkan secara mekanis, tapi sebagai metodologi untuk diuji dan diadaptasi sesuai dengan kondisi para petani.  Para petani perlu menjadi peneliti dan belajar dengan benar untuk memperoleh hasil terbaik dari SRI.
              5.         Tranplantasi bibit muda untuk mempertahankan potensi pertambahan batang dan pertumbuhan akar yang optimal sebagaimana dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dengan baik.
              6.         Menanam padi dalam jarak tanam yang cukup lebar, sehingga mengurangi kompetisi tanaman dalam serumpun maupun antar rumpun.
              7.         Mempertahankan tanah agar tetap teraerasi dan lembab, tidak tergenang, sehingga akar dapat bernafas, untuk ini, perlu manajemen air dan pendangiran yang mampu membongkar struktur tanah.